Jika Bukan STY, Siapa yang Layak Tangani Timnas?
Oleh: Analis Sepak Bola Nasional
Shin Tae-yong (STY) telah menjadi sosok sentral dalam transformasi Timnas Indonesia sejak ditunjuk pada akhir 2019. Dengan rekam jejak internasional dan pendekatan disiplin tinggi, ia membawa semangat baru dalam tubuh Garuda. Namun, setelah hampir lima tahun memimpin, muncul pertanyaan besar: apakah STY masih sosok terbaik untuk membawa Indonesia ke level berikutnya, atau sudah saatnya mencari alternatif?
Melalui sejumlah turnamen seperti Piala AFF, Kualifikasi Piala Dunia, dan Asian Games, Timnas menunjukkan progres signifikan, terutama dalam aspek fisik dan mental. Sayangnya, hasil akhir belum sebanding dengan ekspektasi besar publik. Isu konsistensi, kurangnya rotasi taktik, dan ketergantungan pada naturalisasi membuat sebagian pihak mulai ragu pada kelanjutan proyek besar ini.
Di sisi lain, muncul suara-suara dari pengamat dan fans yang mempertanyakan strategi permainan yang terlalu pragmatis. Garuda kerap bermain terlalu bertahan, bahkan saat menghadapi lawan selevel. Ini memicu perdebatan: jika bukan STY, siapa sosok yang pantas menggantikannya?
Menjawab pertanyaan tersebut bukan perkara mudah. Diperlukan analisis mendalam tentang kebutuhan Timnas, arah pembinaan jangka panjang, dan tentunya kesiapan federasi mendukung pelatih manapun yang akan memimpin proyek ambisius menuju World Cup 2026.
Kriteria Pelatih Ideal untuk Timnas Indonesia
Mencari pengganti Shin Tae-yong bukan sekadar soal mengganti sosok di pinggir lapangan, melainkan memilih arsitek yang mampu membangun filosofi dan struktur jangka panjang. Timnas Indonesia memiliki kompleksitas tersendiri: kultur sepak bola yang emosional, ekspektasi tinggi publik, dan kualitas liga domestik yang belum konsisten. Oleh karena itu, pelatih yang tepat harus memenuhi beberapa kriteria krusial.
1. Pengalaman di Kawasan Asia Tenggara atau Asia Timur
Sepak bola Asia memiliki karakteristik khas—cepat, fisik, dan terkadang keras. Pelatih yang mengenal medan ini akan lebih siap dalam memaksimalkan potensi pemain lokal dan membaca pola permainan lawan-lawan regional.
2. Fokus pada Pengembangan Pemain Muda
Indonesia kaya talenta muda, tapi minim sistem pembinaan berkelanjutan. Pelatih ideal harus mampu menggabungkan tugas taktis dengan visi pembinaan jangka panjang, menciptakan generasi penerus yang bukan hanya kuat di level usia muda, tapi juga bertransformasi ke level senior.
3. Adaptif secara Taktik
Kritik terbesar pada STY adalah minimnya variasi taktik dalam pertandingan penting. Pengganti STY harus bisa merespons situasi dengan fleksibel, dari skema bertahan dalam keunggulan hingga agresif menyerang saat mengejar ketertinggalan.
4. Kemampuan Komunikasi & Manajemen Media
Indonesia adalah negeri bola yang sangat bising. Sorotan publik dan media bisa menjadi tekanan tambahan. Pelatih yang pandai menjaga komunikasi internal tim dan eksternal dengan publik bisa menghindari konflik yang tak perlu.
Dengan kriteria tersebut, kini pertanyaannya adalah: siapa saja kandidat yang memenuhi syarat tersebut secara realistis?
Calon Pengganti STY – Siapa yang Layak?
Dengan kriteria yang telah dibahas sebelumnya, berikut beberapa nama pelatih yang secara profil layak dipertimbangkan sebagai penerus proyek Timnas Indonesia pasca-STY. Mereka terdiri dari kombinasi pelatih lokal yang berprestasi hingga pelatih asing yang pernah sukses di kawasan Asia.
1. Josep Gombau (Spanyol)
Pernah menangani India U-16 dan FC Goa, Gombau dikenal sebagai pelatih yang progresif dan gemar memainkan sepak bola menyerang. Filosofinya sejalan dengan keinginan publik untuk melihat Garuda bermain atraktif. Ia juga punya pengalaman membina pemain muda, menjadikannya salah satu kandidat kuat.
2. Kiatisuk Senamuang (Thailand)
Legenda sepak bola Thailand ini punya rekam jejak luar biasa di ASEAN. Ia membawa Thailand menjuarai Piala AFF dan mencapai babak ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2018. Kiatisuk paham karakter pemain Asia Tenggara dan punya kharisma sebagai eks pemain top. Tantangannya tentu ada pada aspek rivalitas antarnegara.
3. Bojan Hodak (Kroasia)
Saat ini sukses menangani tim-tim Asia Tenggara, Hodak terkenal sebagai pelatih yang paham medan Asia Tenggara dan punya reputasi sebagai “spesialis final”. Kedisiplinannya cocok dengan struktur Timnas saat ini, meski gaya bermainnya bisa dianggap terlalu pragmatis.
4. Indra Sjafri (Indonesia)
Sebagai pelatih lokal, Indra punya keunggulan dari sisi adaptasi budaya dan pengalaman menangani tim junior Indonesia. Ia membawa Timnas U-19 juara AFF dan memperkenalkan banyak bintang muda. Namun, di level senior, belum banyak pembuktian konkret yang bisa jadi jaminan.
5. Teco Cugurra (Brasil)
Teco dikenal sukses besar di Liga 1 bersama Bali United. Gaya bermainnya menyerang dan efisien. Meskipun belum pernah menangani tim nasional, pemahamannya terhadap sepak bola Indonesia dan kemampuan membentuk tim yang solid membuatnya patut dilirik.
Kelima nama di atas memiliki keunggulan dan tantangannya masing-masing. Namun satu hal yang pasti: siapapun yang menggantikan STY nantinya, harus disokong oleh sistem, bukan sekadar diberi target tanpa fondasi kuat.
Rekomendasi Akhir – Tetap STY atau Cari Pengganti?
Menimbang semua aspek—dari performa di lapangan, konsistensi program, hingga potensi kandidat pengganti—perlu disadari bahwa perdebatan ini tidak bisa diselesaikan dengan emosi sesaat. Evaluasi terhadap STY tidak cukup hanya berdasarkan satu atau dua hasil buruk. Ia telah membentuk fondasi yang kuat dari segi mentalitas, disiplin, dan struktur tim.
Namun, jika Indonesia ingin melangkah lebih jauh di kancah Asia atau bahkan dunia, ada beberapa hal yang harus diperbaiki secara sistemik. Terutama dalam hal pembinaan usia muda, kesinambungan antara klub dan timnas, serta keberanian untuk mengadopsi taktik yang lebih ofensif dan adaptif.
Pilihan terbaik saat ini bukan sekadar mengganti pelatih, tapi memastikan bahwa siapapun yang memegang jabatan tersebut—baik STY atau penggantinya—didukung penuh oleh federasi, liga, dan publik. Jika federasi merasa STY masih mampu belajar dari kekurangannya dan beradaptasi dengan tuntutan baru, maka ia layak diberi kelanjutan kontrak dengan target yang lebih konkret dan sistem monitoring yang transparan.
Sebaliknya, jika stagnasi mulai terlihat dan resistensi taktik semakin sulit disesuaikan dengan kebutuhan, maka pergantian pelatih bisa jadi jalan rasional. Namun pergantian tersebut tidak boleh bersifat reaktif. Harus berbasis evaluasi menyeluruh dan disiapkan dengan rencana transisi yang matang.
Pada akhirnya, Indonesia tidak hanya butuh pelatih hebat, tapi juga sistem yang mendukungnya. STY atau bukan, yang terpenting adalah arah jangka panjang dan komitmen penuh semua elemen sepak bola nasional.